![]() |
Ketua Majelis Nasional Perhimpunan Pergerakan 98, Sahat Simatupang (tengah) memberikan pernyataan sikap |
MEDAN (Kliik.id) - Memperingati 23 tahun lengsernya Presiden Soeharto, Aktifis 98 yang tergabung dalam Majelis Nasional Perhimpunan Pergerakan 98 menilai bahwa reformasi semakin melenceng dari cita-cita semula memberikan perubahan kepada bangsa.
Mereka menyimpulkan, lonceng kematian reformasi kini juga sudah terdengar karena ancaman oligarki dan neo orba (orde baru).
"Gagasan reformasi yang diinginkan bukan yang sekarang terlihat. Di mana partai politik dikuasai oleh oligarki dengan sekelompok orang yang punya akses modal, kekuasaan dan ekonomi untuk mengendalikan partai dan kemudian partai politik mengendalikan negara. Sehingga hak-hak rakyat tentunya akan diambil oleh oligarki," ujar Ketua Majelis Nasional Perhimpunan Pergerakan 98, Sahat Simatupang dilansir dari Medanbisnisdaily.com, Kamis (20/5/2021).
Selama 22 tahun reformasi, kata Sahat, pihaknya memang tidak lagi muncul dalam pergerakan. Karena itu, mereka saat ini kembali berkumpul untuk bersama-sama melawan oligarki dan neo orba tersebut.
"Sampai kapan pun kami akan melawan, supaya masyarakat tahu bahwa oligarki tak boleh lama-lama hidup di Indonesia," kata Sahat.
Menurutnya, mahasiswa saat ini juga perlu memiliki musuh bersama supaya bisa membangun bangsa. Namun dia menyayangkan, kampus yang merupakan simbol perlawanan mahasiswa sekarang malah sering dijadikan alat pragmatis.
"Mahasiswa tidak boleh begitu, kita harus memiliki musuh bersama. Siapa musuh bersama itu, adalah watak ingin menguasai, oligarki, dan neo orba," tegasnya.
Oleh karena itu, Sahat menuturkan, Majelis Nasional Perhimpunan Pergerakan 98 mengeluarkan pernyataan sikap.
Pertama, Presiden Jokowi harus menepati janji politiknya menuntaskan penembakan mahasiswa Trisakti dan mahasiswa lainnya secara hukum.
Kedua adalah reformasi ekonomi dengan kembali ke Pasal 33 UUD 1945. Sebab, belum kunjung membaiknya ekonomi Indonesia karena dikelola dengan cara neoliberal-kapitalisme dan neofeodalisme yang sangat bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945 yakni demokrasi ekonomi yang berpegang pada prinsip produksi dikerjakan oleh semua untuk semua dan untuk tujuan kemakmuran rakyat.
Pengelolaan ekonomi Indonesia saat ini persis seperti masa orba dikuasai oleh konglomerat bersama oligarki dalam bentuk kolusi dan nepotisme melahirkan sedikit orang kaya namun banyak orang miskin.
"Jumlah orang miskin Indonesia saat ini 27,55 juta jiwa," kata Sahat.
"Dampak terparah dari pengelolaan ekonomi neoliberal-kapitalisme dan neofeodalisme yang terlanjur mendarah daging adalah ketidakpercayaan kepada kekuatan modal sendiri atau berdiri diatas kaki sendiri (berdikari), karena menggantungkan ekonomi suatu negara kepada modal (investasi) asing serta tidak mampu membatasi produk asing (impor)," sambungnya.
Ketiga, penegakkan hukum yang adil. Namun sampai saat ini hukum masih merupakan hal yang menakutkan bagi orang miskin dan hukum dijadikan alat pemukul kepada yang lemah dan menjadi alat memenangkan kepentingan kelompok yang berkuasa.
Keempat, menghentikan dan melawan politik transaksional yang melahirkan oligarki. Sebab, parpol sebagai lembaga politik formal yang berkompetisi merebut suara rakyat sejatinya dapat melahirkan pemimpin reformis. Namun faktanya menjadi oligarki dan genk politik atau berkoalisi taktis demi kekuasaan sehingga mengubur sikap pembaharuan.
Kelima, memperkuat pemberantasan korupsi dan melawan setiap upaya pelemahan pemberantasan korupsi dan keenam mendukung masa jabatan presiden 2 periode sesuai semangat reformasi.
Sahat juga menyampaikan, kampus yang seharusnya menjadi tempat ilmu pengetahuan dan menghormati keberagaman ternyata menjadi tempat bibit radikalisme dan intoleransi.
Bahkan Menristekdikti M Nasir pernah menyebut ada 10 Perguruan Tinggi terpapar radikalisme.
"Kawan-kawan disini sudah bersepakat, kita akan terus melakukan pendidikan politik kepada adek-adek di kampus. Disini kami hanya ingin menjaga arah perjuangan agar tidak melenceng, dan arah gerakan moral 98 itu harus kami titipkan ke yang muda-muda," pungkasnya. (Mb/Rls)