![]() |
| Presiden RI Ke-2, HM. Soeharto (Foto: kompas) |
JAKARTA (Kliik.Id) - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menolak keras pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden ke-2 Republik Indonesia Soeharto yang rencananya dilakukan pada Senin (10/11/2025) atau bertepatan dengan Hari Pahlawan.
Menurutnya, rencana pemberian gelar pahlawan nasional itu telah menabrak batas yuridis dalam TAP MPR 11/1998 yang menyinggung Soeharto dengan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.
"Keputusan itu jelas merupakan skandal politik. Pertama, menabrak batas-batas yuridis khususnya TAP MPR Nomor 11/MPR/1998. TAP MPR produk reformasi itu sekarang menjadi sampah," kata Usman saat dihubungi.
Selain itu, pemberian gelar pahlawan ini seakan menormalisasi seluruh kekerasan
dan pelanggaran HAM yang terjadi di era Soeharto.
TAP MPR 11/1998
Sebagai informasi, TAP MPR 11/1998 adalah ketetapan yang mengatur penyelenggara negara harus jujur, adil, terbuka, terpercaya, dan mampu membebaskan diri dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Hal tersebut
termaktub dalam Pasal 2 TAP MPR tersebut.
Pasal tersebut menyinggung soal korupsi, kolusi, nepotisme, dan nama Presiden
ke-2 Republik Indonesia itu.
"Upaya pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme harus dilakukan secara
tegas terhadap siapapun juga, baik pejabat negara, mantan pejabat negara,
keluarga, dan kroninya maupun pihak swasta/konglomerat termasuk mantan Presiden
Soeharto dengan tetap memperhatikan prinsip praduga tak bersalah dan hak-hak,
asasi manusia," bunyi Pasal 4 TAP MPR 11/1998.
Sudah Diusulkan Tiga Kali
Nama Soeharto sendiri sudah diusulkan tiga kali untuk menerima gelar pahlawan nasional. Hal tersebut diungkap Menteri Kebudayaan Fadli Zon usai rapat terbatas (ratas) dengan Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan, Jakarta, pada Rabu (5/11/2025).
"Termasuk nama Presiden Soeharto itu sudah tiga kali bahkan diusulkan, ya. Dan juga beberapa nama lain, ada yang dari 2011, ada yang dari 2015," ujar Fadli Zon.
Baik Soeharto dan nama-nama lain yang diusulkan menerima gelar pahlawan nasional telah melalui proses berjenjang dari tingkat kabupaten/kota.
Setelah dari tingkat kabupaten/kota, pengusulan nama diteruskan ke pemerintah
provinsi yang akan mengirimkannya ke pemerintah pusat.
"Jadi, proses dari pengusulan pahlawan nasional ini adalah proses dari bawah, dari masyarakat, dari kabupaten, kota. Kemudian di sana ada tim peneliti yang terdiri dari para pakar dari berbagai latar belakang," ujar Fadli Zon.
"Setelah dari kabupaten, kota ke provinsi, di sana ada juga tim peneliti, akademisi, dan juga sejumlah tokoh yang menilai TP2GP, ya. Kemudian setelah itu kepada TP2GP di Kementerian Sosial," sambungnya (kompascom)
