![]() |
| Jokowi saat akan menaiki Kereta Cepat Whoosh usai peresmiannya pada tahun 2023 di Stasiun Halim (Foto: Antara) |
JAKARTA (Kliik.Id) - Proyek mercusuar Kereta Cepat Jakarta-Bandung (Whoosh), yang dikerjakan masa Joko Widodo, saat ini sedang menghadapi polemik yang cukup serius. Hal ini terjadi karena beban utang dari proyek tersebut mulai memberatkan neraca keuangan PT Kereta Api (Persero).
PT KAI pada proyek ini berperan sebagai pemimpin
konsorsium PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia, yang merupakan pemegang saham
mayoritas di PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), perusahaan yang mengelola
Kereta Cepat Jakarta-Bandung.
Saat menghadiri rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR pada Agustus 2025 lalu, Direktur Utama PT KAI, Bobby Rasyidin, mengakui bahwa proyek ini dapat menjadi "bom waktu" bagi perusahaan.
"Iya, kami juga sedang mempelajari masalah KCIC, ini
bom waktu," tegas Bobby, sambil menyatakan akan berkoordinasi dengan BPI
Danantara untuk menyelesaikan permasalahan utang yang terjadi.
Pernyataan tersebut ia sampaikan setelah para anggota DPR
meminta kepadanya mengenai rencana langkah-langkah restrukturisasi utang
terkait Kereta Cepat Whoosh.
Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Darmadi Durianto, pernah menyampaikan bahwa roadmap ini sangat penting karena utang KAI dalam dua tahun terakhir cukup besar. Tambahan lagi, KAI juga ikut menanggung beban proyek kereta cepat. Ia juga menyebutkan, dalam waktu 6 bulan saja beban keuangan yang diambil alih KAI mencapai Rp 1,2 triliun.
"Dari beban KCIC sendiri sudah Rp 950 miliar dikalikan
dua. Sekarang sudah mencapai Rp 4 triliun lebih. Tahun 2024 sendiri mencapai Rp
3,1 triliun," katanya.
Ia memproyeksikan, pada tahun 2026 utang KAI bisa mencapai Rp 6 triliun. Jika tidak segera dicegah, maka akan membebani anak usaha lainnya yang seharusnya bisa mendapatkan keuntungan, justru terendam oleh beban bunga utang tersebut.
Meski proyek tersebut memberikan beban utang bagi BUMN
seperti PT KAI, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR)
Kementerian Keuangan, Suminto, menegaskan bahwa APBN pemerintah tidak terganggu
akibat polemik utang tersebut.
"Jadi, proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung tidak ada
utang pemerintah di dalamnya," ujarnya di Bogor, Jawa Barat, Jumat
(10/10/2025).
Suminto mengatakan, proyek yang dimulai sejak tahun 2016 itu dilakukan
sepenuhnya melalui skema bisnis antar perusahaan, jadi tidak ada dana
pemerintah yang terlibat.
"Karena proyek itu dilakukan oleh badan usaha, yaitu Konsorsium Badan Usaha Indonesia dan China. Konsorsium Indonesia dipimpin oleh PT KAI," ujar Suminto.
Sebagai tambahan informasi, KAI merupakan pemimpin konsorsium
dari PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) yang menjadi pemegang saham
Indonesia dalam Konsorsium Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC).
Dikutip dari laporan keuangan 2024 yang telah diverifikasi dari situs resmi PT KAI, PSBI mengalami kerugian mencapai Rp4,19 triliun selama tahun 2024. Pada semester pertama 2025, PSBI kembali mengalami kerugian sebesar Rp1,62 triliun, berdasarkan laporan keuangan per 30 Juni 2025 (belum diverifikasi).
Karena itu, BPI Danantara, sebagai holding BUMN saat ini, sedang mencari solusi untuk
menangani utang PT KAI (Persero) akibat proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung.
CEO Danantara, Dony Oskaria, mengungkapkan salah satu opsi yang akan diperhatikan adalah suntikan modal karena pinjaman proyek Whoosh sangat besar. Selain itu, kata Dony, Danantara juga akan mencari solusi lain untuk memastikan kelangsungan perusahaan.
Dony menilai, meskipun dari segi operasional, EBITDA KAI sudah menunjukkan angka positif, tetapi ekuitas perusahaan masih terlalu kecil jika dibandingkan dengan nilai pinjaman untuk membangun proyek kereta cepat tersebut. Oleh karena itu, lanjutnya, Danantara masih mempertimbangkan opsi tambahan modal ekuitas atau menyerahkan ke pemerintah terkait pengelolaan infrastruktur.
Opsi lainnya juga mencakup pembahasan bersama pemerintah,
termasuk opsi mengatur sebagian infrastruktur KCIC sebagai aset negara, seperti
model Badan Layanan Umum (BLU).
"Jadi ada beberapa opsi, tetapi intinya adalah kami
ingin KCIC berjalan dengan baik karena menggunakan fasilitas tersebut oleh
masyarakat yang banyak, di satu sisi kami juga ingin kualitas layanan kereta
api Indonesia semakin meningkat," pungkasnya.
Opsi-opsi ini juga telah didengar oleh Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, sebagai salah satu anggota Dewan Pengawas Danantara. Setelah menghadiri rapat perdana dewan pengawas Danantara kemarin sore, Purbaya menegaskan pemerintah tidak memiliki kewajiban untuk menanggung utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung atau Whoosh.
"Mereka mengatakan masih akan melakukan studi, saya
sendiri posisinya jelas, karena dalam perjanjian mereka dengan Indonesia dan
Tiongkok tidak ada kewajiban pemerintah untuk membayar," jelas Purbaya di
Wisma Danantara, Jakarta, Rabu (15/10/2025).
Menkeu menjelaskan, pihaknya sudah menegaskan secara jelas dan tegas posisi pemerintah terkait pembiayaan proyek strategis tersebut. Menurutnya, selama struktur pembayaran tetap teratur dan transparan, pihak pemberi pinjaman seperti China Development Bank (CDB) tidak akan menolak.
Lebih lanjut, Purbaya menjelaskan bahwa pihak Whoosh saat ini masih dalam
proses studi lanjutan terkait cara pembiayaan. Setelah hasil studi tersebut
selesai, mereka akan mengirimkan usulan resmi kepada pemerintah untuk diperiksa
lebih lanjut.
"Secara umum, selama struktur pembayaran jelas, mereka tidak ada masalah. Tapi kita lihat dulu hasil studinya seperti apa nanti," ujarnya.
Ia juga menekankan bahwa Danantara memiliki kemampuan
sendiri untuk menutup utang kereta cepat yang diperkirakan mencapai Rp2 triliun
per tahun.
"Saya sudah menyampaikan karena Danantara menerima dividen dari BUMN hampir Rp90 triliun. Uang itu cukup untuk menutup pembayaran tahunan kereta cepat sebesar Rp2 triliun, dan saya yakin jumlahnya setiap tahun akan semakin besar," jelasnya.
Purbaya juga menceritakan bahwa ia pernah mengkritik
Danantara dalam rapat karena sebagian dari sisa uang dividen BUMN itu disimpan
dalam obligasi pemerintah.
"Sebagian katanya akan disimpan di obligasi, yang ada saya lagi, pemerintah lagi. Saya sempat menanggapi kalau Anda menyimpan obligasi sebanyak itu, apa keahlian Anda?" tanya Purbaya.
"Tapi mereka menjelaskan karena baru 3 bulan terakhir ini, belum sempat. Untuk proyek di masa depan mereka akan perbaiki sehingga yang masuk obligasi akan sedikit, lebih banyak dialokasikan ke proyek-proyek yang mendorong pertumbuhan ekonomi."
Purbaya juga menyatakan bahwa perlu ditinjau kembali klausul pembayaran utang antara KCIC dengan Tiongkok. Apakah dalam perjanjian tertulis bahwa pemerintah yang harus membayar atau tidak.
Menurutnya, selama struktur pembayaran jelas, jika yang
membayar utang adalah Danantara, tidak akan jadi masalah bagi CDB.
"Tapi yang jelas saya tanya tadi, apakah dalam klausulnya tertulis harus pemerintah yang bayar? Yang penting, kalau saya tahu CDB, saya pernah diskusi sama CDB juga dulu. Mereka yang penting struktur pembayaran jelas. Jadi seharusnya tidak ada masalah kalau mereka yang bayar juga," ujarnya.
Ia juga mengatakan akan menunggu instruksi Presiden terkait
pembayaran utang kereta cepat Whoosh.
"Kita lihat hasilnya seperti apa dan menunggu instruksi
dari pemerintah, Presiden," kata Purbaya. (cnbcindonesia)
