![]() |
Aksi masyarakat Dairi |
DAIRI (Kliik.id) - Ratusan masyarakat Dairi melakukan aksi teatrikal 'mangandung' (menangis) di Lapangan Umum Parongil, Kecamatan Silima Pungga Pungga, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara, Kamis (29/4/2021).
Aksi tersebut mereka lakukan untuk menuntut Bupati Dairi, Eddy Keleng Ate Berutu agar segera mencabut Surat Keterangan Kelayakan Lingkungan Hidup (SKKLH) Nomor 731, November 2005 yang dikeluarkan Bupati Dairi sebelumnya Master Parulian Tumanggor.
Riada Panjaitan mewakili Sekretariat Bersama Tolak Tambang, mengatakan SKKLH Nomor 731 tersebut menjadi salah satu landasan rencana operasi pertambangan bijih seng oleh PT. Dairi Prima Mineral (DPM).
Riada meminta agar Bupati Dairi Eddy Keleng Ate Berutu menyatakan sikap menolak dan menyampaikan pada pemerintah pusat dan publik.
"Hal ini sebagai tindakan menyelamatkan kepentingan masyarakat dan lingkungan hidup di Dairi," kata Riada.
Di luar hal tersebut, masyarakat juga meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk membatalkan pembahasan addendum Analisis Dampak Lingkungan (Andal), Rencana Pengelolaan Lingkungan (RPL-RKL) tipe A yang saat ini sedang diajukan di Jakarta oleh PT DPM.
"Semua upaya ini dilakukan agar Pemerintah Dairi menyatakan sikap menolak dan mencabut SKKLH Nomor 371 dan meminta KLHK membatalkan pembahasan Andal. Bertujuan untuk menyelamatkan lingkungan hidup dari pertambangan yang dipaksakan berada di kawasan risiko gempa dan banjir bandang, akan menggusur ekonomi masyarakat di antaranya pertanian, mengancam sumber udara dan menciptakan konflik di masyarakat," kata Riada.
Ia juga mengungkapkan dari hasil penelusuran Sekretariat Bersama Advokasi Tolak Tambang, PT DPM merupakan sebuah perusahaan patungan antara konglomerat pertambangan berbasis di Beijing, China Non-Ferrous (NFC) dengan saham 51% dan perusahaan tambang batu bara raksasa Indonesia, Bumi Resources milik keluarga Aburizal Bakrie dengan saham 49%.
PT. DPM mendapatkan ijin kontrak Karya (KK) No.99 PK 0071,18 Februari 1998 dari ESDM (Energi Sumber daya Alam) dengan total konsesi seluas 24.636 Ha.
Berada di tiga kabupaten yakni Kabupaten Dairi, Kabupaten Pakpak Bharat Provinsi Sumatera Utara dan Kabupaten Aceh Singkil dan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Riada mengatakan bahwa saat ini PT.DPM sedang mengajukan pembahasan addendum Andal. Perubahan izin Lingkungan yaitu izin lokasi gudang bahan peledak, lokasi Tailing Storage Facility (TSF), penambahan lokasi mulut tambang (portal) juga memasuki tahap konstruksi seperti pembangunan jalan, Mess dan Kantor.
"Kami menolak dan meminta KLHK membatalkan dengan segara pembahasan addendum Andal RPL, RKL, Tipe A PT DPM, dan meminta DPRD Dairi membentuk Pansus membantu masyarakat dalam memperjuangkan hak-hak ekosob (ekonomi, sosial, budaya), hak sipil dan politiknya," ujarnya.
Dia juga mengajak semua komponen masyarakat yang peduli pada keselamatan rakyat, kelestarian lingkungan hidup dan peduli pada ancaman bencana dari proyek tersebut untuk membangun solidaritas seluas-luasnya.
"#DairiMemanggil. Agar semua mendesakkan pemerintah sekuat-kuatnya, demi tanah dan air Dairi, demi Tuhan dan leluhur yang sudah memberikan rakyat Dairi mendapatkan berkat dari tanah Dairi yang subur ini," tegasnya.
Disampaikannya bahwa Aksi 'Mangandung' yang dilakukan perwakilan masyarakat dari Lae Panginuman itu adalah sebuah ratapan dan tangisan atas potensi bahaya yang akan terjadi di Kabupaten Dairi.
"Mangandung bentuk ratapan atau isakan tangis atas keprihatinan kami akan potensi bahaya dan bencana yang mengancam keberlangsungan tanah, air, hutan dan kehidupan petani Dairi. Juga sebagai pernyataan sikap masyarakat kepada pemerintah untuk tidak mementingkan Investasi lalu mengabaikan keselamatan masyarakat. Karena itu, kami masyarakat di sekitar lingkar tambang memanggil semua untuk menolak PT DPM di tanah Dairi Rawan Bencana," pungkas Riada. (Rls)