![]() |
Foto Ilustrasi (Detik.com) |
JAKARTA (Kliik.id) - Namanya investasi, pasti ada untung dan ruginya. Begitu pula dengan investasi di reksa dana. Biar tak kaget ketika mengalaminya, ketahui apa saja risiko yang bisa kamu alami dari instrumen tersebut.
Perencana Keuangan dari Advisors Alliance Group Indonesia Andy Nugroho menjelaskan, uang yang kita simpan di reksa dana dan dikelola oleh manajer investasi, nilainya bisa berkembang. Tapi, hal sebaliknya juga bisa terjadi.
"Risikonya adalah seandainya uang yang kita masukkan tadi bukannya nilai unitnya makin tinggi tapi malah justru makin menurun. Berarti kita akan menjadi rugi di situ. Cuma sekali lagi itu memang risiko di investasi," kata dia saat dihubungi, Minggu (17/1/2021).
Selain itu, mengutip IDX, risiko berkurangnya nilai unit penyertaan ini dipengaruhi oleh turunnya harga dari efek, entah itu saham, obligasi, maupun surat berharga lainnya yang masuk dalam portfolio reksa dana tersebut.
Ada juga yang namanya risiko likuiditas, ini menyangkut kesulitan yang dihadapi oleh manajer investasi jika sebagian besar pemegang unit melakukan penjualan kembali (redemption) atas unit-unit yang dipegangnya.
"Manajer Investasi kesulitan dalam menyediakan uang tunai atas redemption tersebut," jelas IDX.
Terakhir ada risiko wanprestasi, yang mana merupakan risiko terburuk. Risiko ini dapat timbul ketika perusahaan asuransi yang mengasuransikan kekayaan reksa dana tidak segera membayar ganti rugi, atau membayar lebih rendah dari nilai pertanggungan saat terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Itu seperti wanprestasi dari pihak-pihak yang terkait dengan reksa dana, pialang, bank kustodian, agen pembayaran, atau bencana alam, yang dapat menyebabkan penurunan NAB (Nilai Aktiva Bersih) reksa dana.
Atas adanya risiko dari investasi reksa dana, Andy menyarankan si calon investor mempelajarinya lebih dulu, misalnya saja prospektus atau dokumen yang berisi informasi mengenai produk reksa dana dari pembentukan hingga keterangan mengenai penyebarluasan.
"Cara menghindari risikonya adalah pelajari prospektusnya sebelumnya dan jangan cuma melihat pertumbuhan nilai unitnya itu hanya sebulan-3 bulan kebelakang. Mending jangka panjang lebih jauh sekalian, misalnya 6 bulan atau 1 tahun kebelakang prospektusnya gimana sih, kerjanya seperti apa sih," paparnya.
"Kecuali kita memang ingin investasi di reksa dana tersebut hanya untuk short term-short term jangka waktu sebulan saja, ya berarti kita paling juga melihatnya 3 bulan kebelakang kinerjanya seperti apa," tambah Andy. (Detik)