![]() |
Ilustrasi hotel. Foto: Thinkstock |
JAKARTA (Kliik.id) - Sektor perhotelan dan restoran mengalami kerugian besar akibat pandemi virus Corona yang sudah berlangsung selama setahun. Sebagian malah sudah ada yang dijual atau berganti kepemilikan.
"Kerugiannya angkanya tidak bisa kita spekulasi ya, tapi yang jelas sudah berdarah-darah. Mengenai kerugian, saya sudah minta dari tim riset untuk angka itu, tapi anda bisa bayangkan, hotel yang tadinya okupansi bisa 70 persen sekarang 20 persen itu kan berat sekali, sudah pasti rugi. Fixed cost-nya saja tidak akan tertutup, itu takkan tertutup ketika size dari sales itu tidak tercapai," ujar Ketua Badan Pimpinan Daerah (BPD) Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DKI Jakarta Sutrisno Iwantono, kepada wartawan di Jakarta, Minggu (17/1/2021).
Meski kondisi pemasukan minus, beberapa hotel masih mencoba untuk bertahan. Karena jika pun mereka berhenti beroperasi, kerugian bisa lebih banyak.
"Ada beban tetap, listrik, tenaga kerja yang harus dibayar, jadi walau rugi tetap jalan dalam rangka meminimalkan kerugian, jadi kalau pun jalan belum berarti untung," ujarnya.
Beberapa pengusaha perhotelan memilih menjual hotelnya ke pihak lain.
"Yang dijual sudah banyak, harganya juga diskon. Soal berapa hotel yang dijual, saya belum melakukan pendataan secara akurat, tapi kita bisa melihat di macam-macam publikasi, banyak hotel yang mulai dijual," ujarnya.
Meski hotel dijual, hotel tetap beroperasi tapi dikelola pihak lain.
"Pekerja hotel tetap di situ, bukan berarti hilang pekerjaan. Yang dirumahkan banyak sejak bulan April, karena kalau tadinya punya 100 kamar, okupansi 80 persen, 80 kamar, sekarang kamar yang terisi 15 kamar, tentu mau nggak mau, tidak perlu housekeeping yang banyak, tidak perlu tenaga resto yang banyak. Itu yang terjadi, ada yang dirumahkan, unpaid leave, yang kontrak atau honorer dilakukan pemutusan hubungan dulu, tapi itu bukan kehendak dari pelaku usaha, kita semua menginginkan tidak jadi seperti itu, kalau sudah recovery akan susah. Jadi PHK itu jalan akhir yang kita lakukan, kita cari jalan lain yang bisa meringankan semua pihak," paparnya.
Jika kondisi pandemi yang mencekik keuangan hotel ini terus berlanjut maka keberlangsungan hotel akan tergantung pada kemampuan atau kapasitas hotel sendiri.
"Yang jelas hotel yang jumlah kamarnya lebih banyak lebih berat dibanding hotel yang sedikit, bisa saja dalam bulan-bulan ini ada hotel yang tutup. Kalau 2-3 bulan tidak ada perbaikan akan semakin sulit di industri hotel dan restoran. Restoran itu sudah mengeluh kalau dibatasi 25 persen, untuk sewa tempat saja sudah tidak bisa terpenuhi. Tutup saja sekalian, bahasanya sudah seperti itu," ujarnya.
Karena itu pihaknya mendorong pemerintah untuk bisa memperpanjang jam operasional hotel dan restoran, jangan dibatasi sampai pukul 19.00 seperti sekarang.
Selain itu pemerintah juga diminta untuk membantu meringankan beban-beban biaya yang dapat menyebabkan industry kolaps. Seperti keringanan pajak-pajak PB1, Pajak Korporasi, PBB, Pajak reklame, Pajak Air Tanah, Biaya listrik, pungutan tenaga kerja dan pungutan-pungutan lain.
"Yang selama ini dirasa memberatkan. Kami harap juga perpajakan untuk hotel dan restoran/warung kecil tetap berlaku mesti dilonggarkan. Selama ini Pajak bersifat final, angka Rp 4,8 miliar untuk usaha kecil saat ini sudah dianggap terlalu kecil mesti ditingkatkan menjadi paling tidak Rp 7,5 miliar," ujarnya.
Kemudian saran lain adalah meningkatkan permintaan hotel-restoran. Pemerintah dan BUMN bisa kembali menggalakkan rapat-rapat di hotel dan restoran.
"Karena mereka ambil pajak di Jakarta, kegiatan rapat-rapat pemerintah dan badan usaha milik negara sebaiknya digalakkan lagi di Jakarta agar bisa memberi penghidupan atau pekerjaan pada hotel dan restoran. Kami komit melakukannya dengan menerapkan protokol kesehatan yang baik," ujarnya.
Pihaknya juga merekomendasikan pemerintah membuat program khusus agar wisatawan turis baik asing maupun domestik bertahan beberapa hari di Jakarta. Insentif wisata yang diberikan tahun lalu sebaiknya dilanjutkan tahun ini, sehingga wisatawan bisa kembali menginap di hotel, bersantap di restoran dan mengunjungi berbagai objek wisata.
"Kami sepakat membangun gerakan kebangkitan agar pelaku usaha hotel dan restoran tidak semakin terpuruk dan bisa bangkit pada tahun 2021 agar tidak menimbulkan kerugian yang parah bagi para pemilik dan mengakibatkan penderitaan berkepanjangan bagi karyawan, pengelola, manajemen termasuk sektor terkait seperti para supplier dan lain-lain," ujarnya. (Detik)