![]() |
Anggota DPRD Sumut Fraksi PDI Perjuangan, Franky Partogi Wijaya Sirait, B.Sc., M.H., saat melaksanakan reses I Pimpinan dan Anggota DPRD Sumut Tahun Sidang II Tahun 2025-2026. |
SIMALUNGUN (Kliik.Id) - Anggota DPRD Sumut dari Fraksi PDI Perjuangan, Franky
Partogi Wijaya Sirait, B.Sc., M.H., mendorong Pemerintah Provinsi (Pemprov)
Sumut, untuk segera merancang kebijakan pemberian insentif bagi pendeta, guru
ngaji, dan tokoh agama yang aktif, dalam pelayanan rohani serta pembinaan moral
masyarakat. Hal ini disampaikan Partogi dalam Reses Masa Sidang I Tahun Sidang
II 2025–2026 di daerah pemilihan Siantar–Simalungun, yang berlangsung pada 5–14
Oktober 2025.
Partogi menilai, tokoh agama merupakan garda terdepan dalam menjaga moral dan
spiritual masyarakat di tengah meningkatnya persoalan sosial seperti narkoba
dan degradasi karakter generasi muda.
Ia juga menjelaskan, pemberian insentif bagi pendeta dan guru ngaji bukan
sekadar bantuan finansial, melainkan bentuk penghargaan atas dedikasi dan
tanggung jawab sosial mereka.
“Pendeta dan guru ngaji bukan hanya mengajar ayat atau kitab, tetapi juga
membina karakter umat. Di banyak tempat, mereka bahkan menjadi konselor
keluarga, pendamping remaja, hingga pembimbing mantan pecandu narkoba. Maka
insentif ini penting sebagai bentuk keberpihakan pemerintah terhadap pembina
moral bangsa,” tegasnya.
Selain meningkatkan kesejahteraan, Partogi meyakini program tersebut juga dapat
menumbuhkan semangat pelayanan dan memperkuat fungsi pembinaan masyarakat di
tingkat akar rumput.
Aspirasi yang sama juga datang dari Pdt. Hendri Sibuea dari
Gereja GTDI Kecamatan Siantar, Kabupaten Simalungun, yang berharap agar
kebijakan serupa seperti di Kalimantan dan Jawa bisa diterapkan di Sumatera
Utara.
“Bukan soal besar kecilnya insentif, tapi soal perhatian pemerintah agar
pelayanan rohani bisa berjalan lebih baik,” ujar Pdt. Hendri .
Partogi mencontohkan beberapa daerah yang telah lebih dulu menjalankan program
insentif bagi tokoh agama, seperti Kabupaten Kotawaringin Timur (Kalimantan
Tengah) yang menaikkan insentif pendeta dari Rp1,8 juta menjadi Rp2,5 juta per
orang, Kota Tidore Kepulauan (Maluku Utara) sebesar Rp1,2 juta per orang, serta
Kabupaten Jember (Jawa Timur) yang memberikan insentif rutin bagi semua guru
agama tanpa memandang keyakinan.
Menurut Partogi, kebijakan tersebut dapat menjadi referensi bagi Pemprov Sumut
dalam memperkuat peran spiritual dan sosial para pemuka agama.
“Kalau daerah lain bisa, mengapa Sumatera Utara tidak? Ini bukan sekadar
bantuan finansial, tapi bentuk penghargaan bagi mereka yang menjaga moral
masyarakat dari kehancuran sosial,” tegasnya.
Ia juga mendorong agar Pemprov Sumut melibatkan tokoh agama dalam program P4GN
(Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba) serta
memberikan dukungan anggaran melalui kolaborasi dengan BNN, Dinas Sosial, dan
Kementerian Agama.
“Membangun Sumatera Utara bukan hanya soal infrastruktur, tapi juga membangun
hati dan karakter masyarakat yang bermartabat,” pungkas Partogi. (viva)