![]() |
Franky Partogi Wijaya Sirait, B.Sc., M.H., saat melaksanakan Reses I Tahun Sidang II Tahun 2025-2026 |
Pematangsiantar (Kliik.Id) - Anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara dari Fraksi PDI
Perjuangan, Franky Partogi Wijaya Sirait, B.Sc., M.H., mendesak Pemerintah
Provinsi Sumatera Utara untuk melakukan evaluasi total terhadap pelaksanaan
Program Makan Bergizi Gratis (MBG). Hal ini disampaikan Partogi saat
melaksanakan reses di daerah pemilihan Kota Pematangsiantar dan Kabupaten
Simalungun pada 5-14 Oktober 2025.
Desakan ini muncul menyusul kasus dugaan keracunan massal
yang dialami puluhan siswa SMP Negeri 1 Laguboti, Kabupaten Toba, setelah
mengonsumsi makanan dari program MBG. Menanggapi hal tersebut, Partogi menyampaikan
keprihatinannya dan menilai insiden tersebut harus menjadi peringatan serius
bagi pemerintah agar lebih ketat dalam pengawasan mutu makanan di Program MBG.
“Kejadian di Laguboti membuktikan bahwa pengawasan terhadap
kualitas makanan di lapangan masih sangat lemah. Program yang seharusnya
menyehatkan justru bisa membahayakan jika tidak dikelola dengan standar gizi
dan higienitas yang ketat,” ujar Partogi.
Pada saat melaksanakan reses di dapil Kota Pematangsiantar
dan Kabupaten Simalungun, Partogijuga menerima banyak aspirasi dari masyarakat
yang menyoroti kualitas makanan MBG yang sering dianggap tidak layak konsumsi
dan pendistribusiannya yang tidak transparan.
Salah seorang warga Rambung Merah, Kabupaten Simalungun, Ani
Sihombing, mengaku khawatir anaknya menjadi korban program tersebut.
“Makanannya sering dingin, bahkan ada yang sudah basi. Kami
takut anak-anak jadi korban keracunan seperti yang terjadi di daerah lain.
Bahkan tak jarang saya berpesan pada anak agar membawa makanannya pulang supaya
saya bisa mencicipinya terlebih dahulu,” ungkapnya.
Sementara itu, Jhon Horas Silalahi, warga dari Bah Kapul,
Kecamatan Siantar Utara, menilai pelaksanaan program MBG di wilayahnya tidak
transparan dan tidak melibatkan masyarakat.
“Kami tidak tahu siapa pelaksana dan dari mana bahan
makanannya. Kalau program ini untuk rakyat, seharusnya terbuka dan bisa diawasi
bersama. Di beberapa sekolah, makanan justru tidak dimakan karena dianggap
tidak layak,” katanya.
Menanggapi keluhan tersebut, Partogi menegaskan, niat baik
pemerintah untuk meningkatkan gizi pelajar harus diiringi dengan pengawasan
ketat, transparansi, dan tanggung jawab moral dari pihak pelaksana di lapangan.
“Saya mendukung penuh kebijakan yang berpihak pada rakyat
kecil, tetapi kalau pelaksanaannya tidak sesuai prinsip gizi, higienitas, dan
keterbukaan, program ini justru kontraproduktif,” ucap Partogi.
Sebagai tindak lanjut, Partogi akan membawa semua aspirasi
dan kejadian di lapangan yang disampaikan pada reses tersebut ke dalam rapat
komisi DPRD Provinsi Sumatera Utara, serta mendorong digelarnya Rapat Dengar
Pendapat (RDP) dengan Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, dan Inspektorat Provinsi
Sumut.
“Kami ingin memastikan bahwa setiap rupiah dari anggaran
rakyat digunakan tepat sasaran dan memberi manfaat nyata. Jika ditemukan
penyimpangan atau pelaksanaan yang tidak sesuai ketentuan, maka harus segera
diperbaiki,” tegasnya.
Sebagai solusi, Partogi mengusulkan agar pemerintah
mempertimbangkan skema bantuan sembako bergizi atau Bantuan Langsung Tunai
(BLT) pangan langsung pada orang tua sebagai alternatif yang lebih efisien dan
aman.
“Orang tua lebih tahu kebutuhan gizi anaknya. Jika bantuan
diberikan dalam bentuk sembako atau uang, daya beli masyarakat meningkat,
pedagang lokal tetap hidup, dan anak-anak terpenuhi gizinya tanpa risiko
keracunan,” tutup Partogi. (red)