![]() |
Foto ilustrasi. (detikcom) |
Sekitar 25,2% bidang tanah lainnya saat ini belum tersertifikat. Yang jadi masalah, tanah-tanah yang belum tersertifikat ini menurut Hadi sangat rawan untuk dimainkan oleh mafia tanah. Tanah tanpa sertifikat bisa saja tiba-tiba direbut orang.
"Di seluruh Indonesia belum semua tersertifikat. Baru beberapa persen, 74,8% itu baru tersertifikat sisanya 25,2% belum. Yang belum ini kan ada kemungkinan dimainkan mafia tanah," kata Hadi dalam wawancara khusus dengan tim Blak-blakan detikcom di Hotel Ritz-Carlton Kuningan, Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu.
Hadi mencontohkan ada satu modus yang seringkali digunakan mafia tanah untuk merebut tanah yang belum tersertifikat. Hal itu adalah tumpang tindih kepemilikan. Pemilik yang lama tak tahu tanahnya itu telah dialihkan kepemilikannya.
Misalnya ada tanah kosong dan tak bersertifikat, biasanya mafia tanah akan melakukan pengecekan apakah tanah itu sudah ada sertifikatnya atau belum. Bila belum, maka tanah itu bisa 'dimainkan'.
Mafia tanah akan berkoordinasi dengan kantor pertanahan untuk membuat sertifikat baru demi mengambil alih tanah yang tak bersertifikat tadi. Kemudian dia juga akan berkoordinasi dengan perangkat desa dan pemangku kepentingan lainnya.
"Contohnya adalah ada tanah kosong. Tanah kosong itu kemudian ditanya, tanah ini ada punya siapa? 'Oh ini punya anu pak, ini masih belum bersertifikat'. Kemudian ada main dengan pejabat BPN, dan juga mengeluarkan warkahnya ini seperti ini, kemudian dia akan mengurus ke desa mengeluarkan PM1 dan sebagainya kemudian di situ bisa dimulai diakui oleh mafia tersebut," papar Hadi.
"Kemudian langsung masukan ke Pengadilan TUN. Nah itu bisa menjadi miliknya mafia tersebut," lanjutnya.
Uniknya, kerja mafia tanah ini sangat senyap, bahkan sampai-sampai pemilik tanah tak tahu tanahnya sedang dialihkan ke orang lain.
"Nah yang punya belum tentu juga dia tahu bahwa tanah itu sedang dimiliki oleh orang lain," sebut Hadi.
Menurut Hadi, kerja mafia tanah juga sangat sistematis dan membentuk sebuah skandal kelompok. Tak mungkin menurutnya mafia tanah akan berjalan sendiri.
Banyak sekali pihak yang terlibat. Mulai dari oknum internal BPN, pejabat desa, hingga penyandang dana dari luar jajaran Kementerian ATR/BPN.
"Tidak ada namanya mafia tanah itu jalan sendirian. Banyak sekali pihak. Ada peran, atau orang yang dianggap pemilik. Kemudian ada penyandang dana, karena ini perlu anggaran untuk bisa ini. Ada oknum, petugas. Ada juga oknum desa mengeluarkan PM1. Ada oknum notaris. Ini terstruktur," jelas Hadi.
Bentuk Satgas dengan Kepolisian
Untuk menumpas tuntas mafia tanah, Hadi pun membentuk satuan tugas untuk menangani mafia tanah. Satgas itu dibentuk dari tingkat internal dan juga bekerja sama dengan Kepolisian Indonesia (Polri).
Satgas di internal kementerian akan menelusuri dan menindak semua pelanggaran yang ditemukan pada pegawai ATR/BPN.
"Di samping itu, saya membentuk Satgas untuk mafia tanah. Internal. Lalu, kita juga akan gabungkan dengan Satgas Kepolisian. Karena internal sendiri harus saya bereskan semua ini, punya satgas khusus yang melihat, menerawang, dari semua sistem yang ada," papar Hadi.
Dia berkomitmen akan menindak tegas dan menumpas tuntas praktik mafia tanah yang menjamur di sektor pertanahan Indonesia. Masalah sudah diidentifikasi, sanksi juga sudah disiapkan terhadap oknum mafia tanah.
"Saya sebagai pembantu bapak Presiden, sebagai Menteri akan saya laksanakan tiga perintah bapak Presiden itu. Saya akan melaksanakan dengan serius dan terukur," papar Hadi. (Detik)