Simalungun - Kehadiran sejumlah oknum Pejabat dan mantan pejabat ke Lingkungan III Bangun Dolok Kelurahan Parapat, Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara membuat resah puluhan warga yang sudah lama bahkan bertahun-tahun dan turun - temurun menetap. Dikarenakan di duga adanya Surat Keterangan Tanah (SKT) yang mulai di utak-atik untuk memenuhi hasrat yakni "Mengusahai dan Menguasai" puluhan Hektar Tanah diperbatasan Kawasan Hutan Sibatuloting Bangun Dolok.
Berdasarkan informasi dari masyarakat di Lingkungan III Bangun Dolok kepada sejumlah awak media ketika melakukan penelusuran, Rabu (20/4/2022) bahwa ada oknum mantan pejabat Kabupaten Simalungun berinisial AS dan kelompoknya yang di duga hendak memaksakan kehendak untuk memiliki tanah seluas 2-3 Ha/orang di Bangun Dolok dengan mengupayakan pembuatan SKT yang berbatasan dengan Kawasan Hutan Sibatu Loting yang berdampingan dengan perladangan warga sekitar.
"Persoalannya, kapan pula mantan pejabat ini memiliki lahan di Bangun Dolok, dan baru-baru ini naik ke Bangun Dolok bersama Lurah Parapat Safrida Sinaga, dan sejak Lurah yang saat inilah mantan pejabat itu naik lagi ke Bangun Dolok ini," ujar seorang warga bermarga Sinaga.
Karena perengan atau Lereng gunung hutan Sibatu Loting sudah ratusan tahun secara turun temurun dikelola masyarakat Huta Bangun Dolok sebagai perladangan dengan tanaman berbuah dan pohon tanaman keras.
Untuk itu warga pun meminta supaya pemerintah pusat mau pun daerah meninjau ulang kepemilikan Surat Keterangan Tanah (SKT) milik para oknum tersebut dan jangan sampai dimunculkan lagi, jika tidak memiliki alas hak yang sah.
Tokoh masyarakat setempat, Jarasmin Siallagan (73) juga menceritakan, dahulu era zaman Belanda perengan ini adalah akibat longsor sampai ke jembatan Sidua-Dua perbatasan Parapat dan Sibaganding terjadi, kemudian waktu itu Belanda memaksakan lahan perladangan warga supaya dilakukan penghijauan atau penanaman pohon Pinus, tujuannya untuk menjaga erosi (tanah longsor).
"Bahkan kala itu penanaman yang dipaksakan Belanda sempat ditolak masyarakat, dan sampai ada korban karena dipukul oleh Belanda, akhirnya disepakatilah warga bisa berladang di Partimbahoan atas," ujar Jarasmin Siallagan(73)
Jarasmin menjelaskan, Tahun 1931, sewaktu zaman Belanda melarang warga mengelola perladangan di daerah perengan hutan Sibatu Loting Bangun Dolok. Selanjutnya Belanda menanami pohon Pinus lahan perladangan warga tersebut Dan sebagai pemelihara pohon Pinus adalah Dinas Pekerjaa Umum (PU)
"Setelah merdeka 1945 , masyarakat tidak berladang lagi di Partimbahoan dan pindah ke perladangan semula, dan Tahun 1992, warga Bangun Dolok menyurati DPR RI pusat supaya mengembalikan perladangan masyarakat. Akhirnya Tahun 2002 , surat masyarakat pun dibalas oleh DPR RI dengan isi supaya perladangan dikembalikan pada masyarakat, Tembusan surat DPR RI ke Badan Pertanahan Sumatera Utara, Ketua DPRD Simalungun, Masyarakat , bahkan Gubernur, Akan tetapi sampai sekarang belum ada realisasi diserahkan kepada masyarakat," jelas Jarasmin Siallagan ke awak media.
M Sinaga menambahkan bahwa akhir -akhir ini ada beberapa oknum mantan pejabat Pemkab Simalungun bersama kroninya, termasuk jajaran mantan pejabat Sumatera utara mengklaim tanah di Bangun Dolok menjadi milik pribadi. Dengan objek tanah di Perladangan masyarakat.
"Ya, memang ada mengklaim lahan perladangan masyarakat di Bangun Dolok ini menjadi miliknya, mereka klaim 2-3 hektar/orang, dan kami telah memproses surat lanjutan ke bapak Presiden supaya ditinjau ulang kepemilikan surat para oknum yang mengklaim perladangan kami ini, apakah lahan ini dikembalikan kepada masyarakat, atau lahan ini dikembalikan ke Negara, sebab luas bantaran perladangan ini lebih kurang 13 hektar," ujar Sinaga,
"Warga di sini juga heran, sebab yang mengklaim perladangan masyarakat bukan warga setempat atau Dusun tetangga Huta Sualan. Melainkan warga luar Huta Pangasean Parapat, itulah AS dan kroninya," tambah Sinaga.
"Kita heran, kenapa yang mengklaim tanah ini tingal di Pangasean, sedangkan masyarakat Huta Sualan yang bertetangga langsung dengan Huta Bagun Dolok tidak mengklaimnya, jadi tidak masuk akal kalau oknum mantan wakil Bupati Simalungun bernisial AS mengatakan memiliki tanah disini, dan intinya lahan ini adalah perladangan masyarakat Bangun Dolok, bukan Huta Sualan dan Huta Pangasean Parapat," tutup Sinaga.
Ketika Lurah Parapat, Syafrida Sinaga dikonfirmasi terkait informasi beredar pengajuan Surat Keterangan Tanah (SKT) oleh oknum mantan wakil Bupati bernisial AS bersama kroninya mengatakan, dirinya belum mengetahui keberadaan SKT AS,Dkk nya itu.
"Saya tidak pernah menanda tangani dan mengeluarkan SKT di Huta Bagun Dolok, dan sejak saya lurah disini, soal surat pengajuan SKT oleh AS belum saya tau, kita perlu pelajari dulu asal usul tanah, baru kita berani teken SKTnya, Ada pun kami berkunjung ke Bagun Dolok bersama AS dan beberapa warga yang juga famili kami disana untuk melihat tanah nenek moyang kami dekat Huta Buntu Malasang, jadi saya tidak ada menandatanganu SKT atas nama Amran (AS) dan lainnya ," kata Lurah diruang kerjanya.(AS)