![]() |
Ketua BPOKK Partai Demokrat Herman Khaeron. (Foto: detik.com) |
JAKARTA (Kliik.id) - Internal Partai Demokrat (PD) masih melakukan pendalaman terkait gerakan kudeta terhadap Ketum Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Dalam prosesnya, PD menemukan adanya aliran dana yang diduga untuk menyogok DPC dalam operasi gerakan kudeta ini.
"Pertemuan terakhir tentu kami juga berkoordinasi dengan dewan kehormatan partai dan mahkamah partai dalam 1 sampai 2 minggu ini akan bekerja kemudian berita acara untuk yang sudah dipanggil," kata Ketua BPOKK Partai Demokrat Herman Khaeron di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (3/2/2021).
"Dan bahkan ini perlu dicatat. Ada pembiayaan ataupun ada uang yang cukup besar, disebutkan unlimited untuk membiayai," sambungnya.
Herman menyebut adanya aliran dana itu diungkapkan oleh para saksi yang melapor. Para saksi itu, kata Herman, melihat secara langsung.
"Ya saya tidak menyebutkan itu. Ini berdasarkan kesaksian para saksi yang bertemu langsung dengan pihak eksternal itu, dan langsung ketemu," ujarnya.
Sampai saat ini, Herman belum mengetahui, sudah sampai mana saja aliran dana itu. Dia memperkirakan uang yang ditawarkan ke DPC Senilai Rp 100 juta.
"Tidak tahu, bahkan beberapa DPC sudah diberikan uang. Sudah disebarkan," ujarnya.
"Masih dalam pemeriksaan dewan kehormatan partai dan mahkamah partai. Kepada DPC janjinya 100 juta per DPC," lanjut Herman.
Seperti diketahui, isu kudeta ini pertama kali diungkap oleh Ketum Partai Demokrat AHY. Ia mendapatkan informasi soal keterlibatan orang dekat lingkaran Presiden Jokowi. Partai Demokrat menyinggung sosok jenderal.
"Para pimpinan dan kader Demokrat yang melapor kepada kami tersebut, merasa tidak nyaman dan bahkan menolak ketika dihubungi dan diajak untuk melakukan penggantian ketum Partai Demokrat," kata AHY dalam konferensi pers di DPP Partai Demokrat, Jalan Proklamasi, Jakpus, Senin (1/2/2021).
Menurutnya, ajakan dan komunikasi itu dilakukan dengan paksa lewat telepon maupun pertemuan langsung. 'Kudeta' itu disebut akan menjadi jalan menjadi capres di Pemilu 2024.
"Ajakan dan permintaan dukungan untuk mengganti 'dengan paksa' Ketum PD tersebut, dilakukan baik melalui telepon maupun pertemuan langsung. Dalam komunikasi mereka, pengambilalihan posisi Ketum PD, akan dijadikan jalan atau kendaraan bagi yang bersangkutan, sebagai calon presiden dalam Pemilu 2024 mendatang. Konsep dan rencana yang dipilih para pelaku untuk mengganti dengan paksa Ketum PD yang sah, adalah dengan menyelenggarakan Kongres Luar Biasa (KLB)," paparnya.
Andi Arief ikut meramai isu 'kudeta' di Partai Demokrat dengan langsung 'menunjuk hidung' Kepala Kantor Staf Kepresiden (KSP) Moeldoko.
Dia pun menjelaskan alasan AHY mengirim surat perihal isu 'kudeta' ini ke Presiden Jokowi karena konon operasi mengkudeta itu direstui Presiden Jokowi.
"Banyak yang bertanya siapa orang dekat Pak Jokowi yang mau mengambil alih kepemimpinan AHY di Demokrat, jawaban saya KSP Moeldoko. Kenapa AHY berkirim surat ke Pak Jokowi, karena saat mempersiapkan pengambilalihan menyatakan dapat restu Pak Jokowi," kata Andi Arief di akun Twitter-nya yang dibagikan ke wartawan.
Moeldoko sebelumnya telah memberi penjelasan mengapa dirinya terlibat isu kudeta Partai Demokrat. Moeldoko menceritakan pertemuannya dengan beberapa orang di rumahnya.
Moeldoko tak menyebut atribusi orang-orang yang menemuinya ini. Moeldoko juga mengaku tidak mengerti konteks cerita yang disampaikannya.
"Jadi ceritanya begini temen-temen sekalian. Beberapa kali banyak tamu yang berdatangan ya dan saya orang yang terbuka. Saya mantan Panglima TNI tapi saya tidak memberi batas dengan siapa pun, apalagi di rumah ini mau datang terbuka 24 jam. Siapa pun," kata Moeldoko dalam konferensi pers via Zoom, Senin (1/2/2021). (Detik)