![]() |
Foto: Internet/ebcitizen.com |
Proyeksi itu dikeluarkan oleh Centre for Economics and Business Research (CEBR). Perekonomian China diperkirakan akan tumbuh lebih cepat dibandingkan AS karena penanganan pandemi virus Corona (COVID-19) yang dinilai lebih efektif ketimbang di AS.
"Dalam beberapa waktu ke depan, fokus di perekonomian global adalah perebutan ekonomi dan kekuatan yang mulus dari AS oleh China," tulis laporan CEBR seperti yang dikutip dari Reuters, Sabtu (26/12/2020).
China dinilai lebih meraup keuntungan di tengah pandemi COVID-19, meski sebelumnya sempat terpuruk akibat pengetatan untuk mencegah virus tersebut.
Kebijakan lockdown yang sangat dini dinilai sangat efektif mendongkrak pemulihan ekonomi Negeri Bambu itu di kala negara-negara barat tengah berjatuhan.
China sendiri menetapkan pertumbuhan ekonomi rata-rata 5,7% per tahunnya dari 2021-25 sebelum melambat menjadi 4,5% setahun dari 2026-30.
Sementara AS kemungkinan akan mengalami rebound pasca pandemi yang kuat pada tahun 2021. Namun, pertumbuhannya akan kembali melambat menjadi 1,9% per tahun antara 2022 dan 2024, dan kemudian menjadi 1,6% setelahnya.
Di sisi lain, Jepang diproyeksi akan tetap menjadi ekonomi terbesar ketiga di dunia hingga awal 2030-an. Setelahnya, posisi itu diramal akan diambil alih oleh India, sehingga Jerman akan turun dari peringkat keempat menjadi kelima.
Hal itu pun akan berdampak pada posisi Britania Raya yang merupakan perekonomian kelima terbesar di dunia. Britania Raya diproyeksi akan turun ke posisi keenam mulai tahun 2024.
Meski ekonomi Britania Raya diproyeksi terpukul pada 2021 karena telah resmi keluar dari Uni Eropa (UE), produk domestik bruto (PDB) Inggris diperkirakan menjadi 23% lebih tinggi daripada Prancis pada tahun 2035, dibantu oleh kepemimpinan Inggris dalam ekonomi digital yang sangat berpengaruh secara global.
Eropa menyumbang 19% dari output di 10 negara dengan perekonomian terbesar pada tahun 2020. Tetapi diproyeksi akan turun menjadi 12% pada tahun 2035, atau lebih rendah jika ada perpecahan sengit antara UE dan Inggris.
CEBR juga memproyeksi dampak pandemi pada ekonomi global kemungkinan akan mengakibatkan inflasi yang lebih tinggi.
"Kami melihat siklus ekonomi dengan kenaikan suku bunga pada pertengahan 2020-an," tulis laporan CEBR.
Hal itu dinilai akan menimbulkan tantangan bagi pemerintah berbagai negara yang selama ini telah meminjam secara besar-besaran untuk mendanai penanganan COVID-19. (Dtk)