![]() |
| Presiden Prabowo Subianto bersama dua guru SMA Negeri 1 Luwu Utara, Rasnal dan Abdul Muis (Foto: tribunnews) |
JAKARTA (Kliik.Id) - Presiden Prabowo Subianto memberikan rahabilitasi hukum kepada dua guru SMA Negeri 1 Luwu Utara, Sulawesi Selatan, yakni Rasnal dan Abdul Muis, usai dinyatakan bersalah di tingkat kasasi karena membantu guru honorer lewat sumbangan sukarela, dan diberhentikan dengan hormat.
Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, bersama Menteri
Sekretaris Negara (Mensesneg), Prasetyo Hadi, mengungkapkan ini usai menemui
Prabowo di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (13/11/2025) dini hari,
yang baru tiba dari kunjungan kerja ke Australia.
"Malam ini, setelah koordinasi dengan Mensesneg, kami antar ke Halim untuk bertemu dengan Bapak Presiden. Alhamdulillah, tadi sudah ditandatangani surat pemberian rehabilitasi kepada kedua orang tersebut," kata Dasco dilihat dalam siaran YouTube Sekretariat Presiden.
Dalam kesempatan itu, Rasnal dan Abdul Muis turut hadir bersama Dasco dan
Prasetyo di Halim.
Menurut Dasco, pemberian rehabilitasi hukum ini diputuskan berdasarkan adanya
aspirasi dari masyarakat yang beredar di media sosial.
"Dan juga kemudian Pak Abdul Muis dan Pak Rasnal ini diantar ke DPRD
Provinsi Sulawesi Selatan pada hari ini. Kemudian, dari teman-teman DPRD
Provinsi Sulawesi Selatan tadi datang mengantarkan ke DPR RI dan kami
terima," lanjut Dasco.
Lewat rehabilitasi ini, otomatis nama baik serta hak dua
guru di Luwu Utara ini akan dipulihkan.
"Dan dengan diberikannya rehabilitasi, dipulihkan nama
baik, harkat martabat serta hak-hak kedua guru ini semoga berkah,"
tuturnya.
Latar belakang kasus
Diketahui, Rasnal dan Abdul Muis yang sudah mengabdi puluhan
tahun sebagai guru kehilangan status Aparatur Sipil Negara (ASN).
Kedua guru itu dinyatakan bersalah buntut dari pungutan Rp
20.000 yang diniatkan untuk membantu guru honorer.
Niat baik menolong guru honorer justru membuat mereka
berhadapan dengan hukum hingga persidangan, sampai akhirnya divonis bersalah
oleh Mahkamah Agung (MA).
Kejadian ini pun disorot berbagai pihak termasuk PGRI yang
mendesak agar negara memberi perlindungan hukum bagi guru.
Ketua PGRI Luwu Utara, Ismaruddin menjelaskan, kasus ini
bermula pada 2018.
Kala itu, Rasnal dan Abdul Muis bersama komite sekolah
menyepakati iuran sukarela Rp 20.000 per bulan dari orangtua siswa untuk
membantu guru honorer yang tak terdaftar di Dapodik.
"Saya hanya ingin membantu sekolah, tapi akhirnya dianggap melanggar
hukum," ucap Muis lirih, dikutip dari, Senin (10/11/2025).
Rasnal mengaku, kesepakatan dibuat secara terbuka melalui rapat resmi.
"Saya tidak tega melihat mereka tetap mengajar tanpa
bayaran. Ini soal kemanusiaan," katanya.
Namun, keputusan itu justru dianggap melanggar aturan karena
dinilai sebagai pungutan liar.
Terpisah, salah satu orangtua siswa bernama Akrama, membenarkan bahwa iuran
tersebut hasil kesepakatan bersama.
Ia menegaskan tak ada unsur paksaan dan berharap hak kedua
guru tersebut dikembalikan. "Ini kan kesepakatan orangtua.
Waktu itu saya hadir, bahwa setiap siswa dimintai Rp 20 ribu
per bulan untuk menggaji guru honorer yang tidak tercover dana BOSP, yaitu guru
yang tidak masuk dalam Dapodik," ujarnya pada 11 November 2025.
(kompascom/tribunnews)
