Notification

×

Dari Rp 1000 Menjadi Rp 1, Ini Dia Kelebihan dan Kekurangan Redenominasi Rupiah ala Menkeu Purbaya

Minggu, 09 November 2025 | 10:24 WIB Last Updated 2025-11-09T03:24:13Z
Ilustrasi redenominasi mata uang Rupiah (Foto: radar metro/disway)

JAKARTA (Kliik.Id) - Setelah bertahun-tahun hanya menjadi bahan pembahasan di ruang rapat dan meja akademis, rencana redenominasi rupiah akhirnya bergerak menuju kenyataan.


Kementerian Keuangan (Kemenkeu) secara resmi menetapkan kebijakan penyederhanaan nilai mata uang tersebut sebagai agenda strategis nasional, dengan target penyelesaian pada tahun 2027.


Langkah kebijakan ini dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2025 tentang Rencana Strategis Kemenkeu 2025–2029, yang ditandatangani pada 10 Oktober 2025.


Melalui beleid ini, Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) ditugaskan untuk menyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Harga Rupiah, atau yang dikenal dengan RUU Redenominasi.


“RUU tentang Perubahan Harga Rupiah (Redenominasi) merupakan RUU luncuran yang rencananya akan diselesaikan pada tahun 2027,” tertulis dalam dokumen resmi PMK tersebut.


Jika dilihat dari pengertiannya, redenominasi merupakan proses mengubah nilai nominal atau nilai nominal tercetak dari suatu mata uang.

 

Ini biasanya dilakukan untuk mengatasi inflasi atau untuk mengubah struktur ekonomi suatu negara.

 

Redenominasi juga dapat dilakukan untuk mengubah struktur ekonomi suatu negara.

 

Misalnya, jika suatu negara ingin mengubah sistem moneter dari sistem yang didasarkan pada mata uang lokal ke sistem yang didasarkan pada mata uang asing, maka redenominasi dapat dilakukan untuk mengubah nilai nominal mata uang lokal.

 

Kelebihan dan Kekurangan Redenominasi Mata Uang

Dilansir dari situs Sahabat Pegadaian, ada beberapa kelebihan dari kebijakan redenominasi mata uang, yakni:


  • Menghilangkan inflasi yang tinggi: Jika inflasi terlalu tinggi, maka nilai mata uang akan terus menurun dan menyebabkan harga barang dan jasa yang terus naik. Dengan redenominasi, nilai mata uang dapat dikurangi sehingga inflasi dapat ditekan.
  • Memudahkan transaksi: Nilai mata uang yang terlalu tinggi dapat membuat transaksi menjadi rumit karena harus menggunakan pecahan yang kecil. Dengan redenominasi, nilai mata uang akan lebih kecil sehingga lebih mudah untuk melakukan transaksi.
  • Meningkatkan kepercayaan terhadap mata uang: Jika mata uang memiliki nilai yang terlalu rendah, maka orang akan cenderung tidak mempercayainya. Dengan redenominasi, nilai mata uang akan menjadi lebih tinggi sehingga kepercayaan terhadap mata uang akan meningkat.

 

Di balik kelebihan redenominasi mata uang, ternyata juga terdapat kekurangan yang dapat ditimbulkan dari kebijakan ini, diantaranya:


  • Dapat menyebabkan kebingungan: Redenominasi dapat menyebabkan kebingungan bagi masyarakat karena harus menyesuaikan diri dengan nilai mata uang yang baru.
  • Menyebabkan kecurangan: Redenominasi dapat menyebabkan kecurangan bagi orang-orang yang mencoba mengambil keuntungan dari konversi mata uang yang baru.
  • Biaya yang tinggi: Redenominasi dapat menyebabkan biaya yang tinggi karena harus mencetak uang baru dan mengubah sistem keuangan yang ada.

 

Redenominasi sendiri berarti penyederhanaan nominal mata uang tanpa mengubah daya beli masyarakat.


Sebagai contoh, uang Rp 1.000 nantinya akan menjadi Rp 1, tetapi harga barang dan jasa tetap sama sekadar penyesuaian angka, bukan pengurangan nilai.


Langkah ini diharapkan akan membuat transaksi menjadi lebih praktis, laporan keuangan lebih efisien, dan sistem pembayaran lebih modern tanpa menimbulkan gejolak ekonomi.


Hambatan Hukum: MK Tegaskan Harus Lewat UU Baru

Rencana redenominasi sejatinya bukan hal baru. Isu ini pernah muncul sejak masa kepemimpinan Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution pada 2010, namun tak kunjung direalisasikan karena terbentur persoalan hukum dan kesiapan sistem.


Pada 17 Juli 2025, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa redenominasi tidak bisa dilakukan hanya dengan menafsirkan ulang pasal-pasal dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.


Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menegaskan, pasal yang ada tidak dapat dijadikan dasar hukum untuk mengubah nominal uang.


“Redenominasi merupakan penyederhanaan nominal mata uang tanpa mengubah daya beli. Itu ranah pembentuk undang-undang, tidak bisa hanya dengan memaknai ulang pasal,” ujar Enny dalam persidangan.


MK juga menilai Pasal 5 ayat (1) dan (2) UU tentang Mata Uang hanya mengatur desain dan ciri rupiah, bukan nilai nominalnya.


Oleh karena itu, pemerintah dan DPR wajib menyusun RUU khusus jika ingin mewujudkan redenominasi.


“Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” tegas Ketua MK Suhartoyo, menutup sidang pembacaan amar putusan.


Kini, bola panas berada di tangan pemerintah dan DPR.


Jika rencana ini benar-benar terealisasi, maka Indonesia akan menyaksikan perubahan historis dalam sistem mata uangnya menyederhanakan rupiah tanpa mengurangi nilainya, sebuah simbol menuju ekonomi yang lebih efisien dan berdaya saing global. (tribuntrends/msn)

 

×
Berita Terbaru Update