Wakil Wali Kota Medan, Aulia Rachman. |
Informasi yang diterima Kliik.id, Rabu (12/4/2023), Aulia Rachman menyampaikan hal itu dalam sambutannya di acara Dialog Ramadan 1444 Hijriyah yang digelar Asahan Kampungku Community di Jalan Sultan Makmoen Al Rasyid, Kota Medan, Minggu (9/4/2023).
Saat itu Aulia bercerita soal tata kelola keuangan daerah, kemudian dia mengatakan saat ini ada era pemusnahan peradaban.
"Saya lihat saat ini, kita sudah masuk dalam era pemusnahan peradaban, pemusnahan peradaban ini jangan main-main kita anggap," ujar Aulia Rachman.
Aulia Rachman menjelaskan analisa jika 20 tahun lagi, Kota Medan akan dipimpin oleh orang non pribumi. Hal itu dapat terjadi jika tidak ada gebrakan untuk mengantisipasi hal tersebut.
"Saya punya analisa, Medan ini 20 tahun yang akan datang kalau kita tidak menciptakan satu gebrakan baru, akan dikuasai oleh non pribumi untuk menjadi Wali Kota Medan," ungkapnya.
Aulia Rachman menjelaskan bahwa analisa itu muncul karena Kota Medan merupakan kota yang multi etnis.
Saat ini, menurut Aulia, tiga unsur pemusnahan peradaban tersebut sudah berjalan, yakni unsur keluarga, unsur pendidikan dan unsur tokoh.
"Dari unsur tokoh, tokoh yang pintar dan ingin melakukan perubahan saat ini mulai dibungkam. Sedangkan dari unsur pendidikan, warga pribumi yang ekonominya menengah ke bawah tidak akan mendapatkan pendidikan yang baik dan akan tersingkir dan dari unsur keluarga, orang tua disibukkan untuk bekerja mencari nafkah sehingga anak dititipkan ke sekolah dan tidak mendapat pendidikan yang baik dan akhirnya mengalami krisis moral," katanya.
Pernyataan Aulia Rachman tersebut ditanggapi oleh Wakil Ketua DPD PDIP Sumut, Aswan Jaya. Aswan merasa aneh pernyataan Aulia Rachman itu itu muncul dari kepala daerah.
"Itu pernyataan aneh saja disampaikan oleh kepala daerah," ujar Aswan kepada wartawan, Rabu (12/4/2023).
Menurut Aswan, istilah pribumi yang awalnya disematkan oleh Belanda dari kata inlander. Padahal, bangsa Indonesia pada tahun 1998 sudah melarang pejabat untuk menggunakan kata pribumi dan non pribumi.
"Pelabelan pribumi itu kan disematkan oleh Belanda dulu dari kata inlander yang bermakna merendahkan, harusnya itu tidak dipakai lagi karena tidak sejalan dengan semangat bernegara kita," katanya.
Apapun alasannya, kata Aswan, penggunaan kata itu merupakan tindakan diskriminatif. Yang menonjolkan seolah-olah Kota Medan hanya rumah bagi sebagian kelompok, padahal Medan merupakan kota yang heterogen.
"Apapun alasannya apapun tujuannya, penggunaan kata pribumi itu merupakan diskriminatif, seolah-olah Kota Medan hanya dimiliki oleh satu golongan saja, padahal Medan kan kota yang heterogen, banyak suku, agama, keturunan yang ada di Kota Medan," ujarnya.
Terkait dengan analisa 20 tahun ke depan Medan akan dipimpin oleh non pribumi, lanjut Aswan, setiap warga Medan berhak untuk memperoleh kekuasaan. Hal itu pun sudah dijamin oleh negara.
"Setiap warga Kota Medan itu berhak untuk memperoleh kekuasaan, memperluas pengaruh, bertahan hidup, dan itu dijamin oleh negara," ungkapnya.
Aswan mengatakan, narasi yang disampaikan oleh Aulia Rachman merupakan diskriminatif.
"Jadi kalau dibilang tahun 20 tahun nanti Medan akan dikuasai oleh non pribumi, itu diskriminatif," pungkasnya. (Red)