Foto ilustrasi |
Dari 5 saksi yang diperiksa, 3 diantaranya merupakan mantan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Langkat.
Kasi Penkum Kejati Sumut Yos A Tarigan, menjelaskan, pemeriksaan saksi dilakukan untuk memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri guna menemukan fakta hukum tentang tindak pidana korupsi terkait kawasan margasatwa tersebut.
Yos menyampaikan, bahwa saksi yang diperiksa diantaranya, berinisial DH (Eks Kepala BPN Langkat 2002-2004), R (Ketua Koperasi STM), KS (Eks Kepala BPN Langkat 2015, SMT (Eks Kakan BPN Langkat 2012 dan AH (pemilik lahan).
"Pemeriksaan terhadap lima saksi dilakukan untuk memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan tentang suatu perkara, untuk menemukan fakta hukum tentang tindak pidana korupsi yang terjadi di Kawasan Marga Satwa Karang Gading Langkat dan dapat kita sebut dugaan adanya mafia tanah," ujar Yos dalam keterangan tertulis, Kamis (13/1/2022) malam.
Yos mengatakan, pemeriksaan saksi-saksi ini dilakukan guna menindaklanjuti perintah Jaksa Agung Republik Indonesia terkait pemberantasan mafia tanah. Kepala Kejati Sumut, kata Yos, langsung mengeluarkan Surat Perintah Penyelidikan untuk menindaklanjuti hal ini.
"Pemeriksaan saksi-saksi ini untuk menindaklanjuti dugaan tindak pidana korupsi kegiatan perambahan kawasan Suaka Margasatwa di Kabupaten Langkat dan Kabupaten Deliserdang yang berpotensi dapat menimbulkan kerugian keuangan negara. Bahwa awalnya penyelidikan dilakukan berdasarkan Surat Perintah yang ditandatangani Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara Nomor: Print-26/L.2/Fd.1/11/2021 tanggal 15 November 2021," katanya.
Selanjutnya, Kejati Sumut secara resmi telah meningkatkan kasus dugaan korupsi di kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading ke tahap penyidikan dengan menerbitkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara Nomor Print-16/L.2/Fd.1/11/2021 tanggal 30 November 2021.
Karena diatas kawasan tersebut telah diubah menjadi perkebunan sawit dengan luas hektare yang ditanami pohon sawit sebanyak 28.000 pohon. Kemudian di atas tanah tersebut juga telah diterbitkan 60 Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama perorangan.
"Setelah dilakukan pemeriksaan permintaan keterangan dan dokumen terkait, ternyata lahan tersebut hanya dikuasai oleh 1 orang yang diduga sebagai mafia tanah dengan modus menggunakan nama sebuah Koperasi Petani yang seolah-olah sebagai pemilik lahan dan mengelola perkebunan sawit tersebut," ucap Yos.
Sebagai informasi, adapun luas keseluruhan lahan dimaksud mencapai 210 Hektare (Ha) dan ditanami pohon sawit sebanyak 28.000 pohon. Seharusnya lahan tersebut difungsikan sebagai kawasan hutan bakau (Mangrove). (Rls)