![]() |
Foto ilustrasi tabung oksigen |
JAKARTA (Kliik.id) - Pemerintah terus menggenjot produksi oksigen medis dalam menghadapi lonjakan kasus COVID-19 dimasa PPKM darurat ini. Disamping itu, pemerintah menjamin ketersediaan obat-obatan yang dibutuhkan.
Dalam keterangannya terkait Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat, Jumat (9/7/2021), Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dr Siti Nadia Tarmizi, menjelaskan lonjakan kasus COVID-19 dalam beberapa waktu terakhir ini juga telah membuat kebutuhan oksigen medis meningkat tajam.
Siti mengatakan, kapasitas produksi oksigen di Indonesia mencapai 866.000 ton/tahun, sedangkan utilisasi produksi pertahunnya 638.900 ton, dimana 75% digunakan untuk industri dan hanya 25% yang dipakai medis.
Kementerian Kesehatan, jelasnya, telah mendapatkan komitmen dari Kementerian Perindustrian agar konversi gas industri ke oksigen medis diberikan sampai dengan 90%.
Siti mengatakan, adanya kelangkaan oksigen medis di sejumlah daerah lebih disebabkan karena rantai distribusi yang belum optimal.
Untuk itu, pemerintah akan menambah pasokan oksigen dan mempercepat penyaluran oksigen medis tersebut ke daerah-daerah yang kasus COVID-19 nya tinggi.
Untuk saat ini, kapasitas oksigen yang ada, akan dimaksimalkan di 7 Provinsi di Jawa-Bali karena meningkatnya kasus COVID-19 sebanyak 6-8 kali lipat.
Berdasarkan data Kemenkes, saat ini total kebutuhan oksigen untuk perawatan intensif dan isolasi pasien COVID-19 mencapai 1.928 ton/hari, sementara kapasitas yang tersedia ada 2.262 ton/hari. Sehingga, ditargetkan untuk wilayah Jawa-Bali bisa mensuplai oksigen sebanyak 2.262 ton/hari.
Siti mengatakan, Indonesia juga telah menerima bantuan dari pemerintah Singapura, Australia, dan Cina, berupa sarana dan prasarana kesehatan. Di antaranya ventilator, tabung oksigen kosong, oksigen konsentrator, dan lainnya.
Sementara menyangkut obat-obatan yang dibutuhkan, Siti mengatakan bahwa pemerintah menjamin ketersediaan obat terapi COVID-19. Pemerintah terus berkoordinasi dengan industri farmasi untuk meningkatkan kapasitas produksinya.
Pihaknya juga berkoordinasi rutin dengan industri farmasi dan jejaring distribusinya untuk memonitor ketersediaan obat yang diperlukan untuk penanganan COVID-19 sesuai dengan pedoman tatalaksana COVID-19 yang saat ini menggunakan edisi ke-3 yang diterbitkan pada Desember 2020.
"Dalam hal terjadi hambatan suplai impor dari luar negeri, Kementerian Kesehatan
berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri dan Kementerian terkait untuk membantu penyelesaian hambatan suplai tersebut," ujarnya.
Siti juga mengungkapkan ketersediaan obat terkait COVID-19 di industri farmasi dan pedagang besar per 9 Juli 2021, yakni Favipiravir: 3,2 juta, Remdesivir injeksi: 11 ribu, Oseltamivir: 157 ribu, Azitromisin oral: 2,4 juta, Azitromisin infus: 163 ribu, Tocilizumab infus: 543, Intravenous Immunoglobulin: 7.000, dan Ivermectin: 237 ribu.
Pemerintah terus meningkatkan dan menambah produksi ketersediaan obat-obatan untuk terapi COVID-19 ini. Untuk mengantisipasi kenaikan harga obat, Kementerian Kesehatan sudah mengkaji kondisi di lapangan dan telah menerbitkan SK Menkes No. HK.07.07/Menkes/4826/2021 untuk mengatur Harga Eceran Tertinggi (HET) obat dalam masa pandemi COVID-19.
"Marilah kita bersama saling berkolaborasi dan saling mendukung. Masyarakat juga jangan panik dengan melakukan pembelian secara berlebihan baik obat maupun sarana prasarana lainnya demi menjaga keseimbangan dan ketersediaan obat terutama bagi yang membutuhkan," ujarnya. (Detik)