![]() |
Foto ilustrasi virus Corona |
JAKARTA (Kliik.id) - Heboh soal dua kasus Corona B117 yang ditemukan di Indonesia. Varian ini mulanya merebak di Inggris dan terjadi lonjakan kasus COVID-19 di Desember lalu.
Dijelaskan Riza Arief Putranto, peneliti genomik molekuler dan anggota Konsorsium COVID-19 Genomics UK, data terakhir menunjukkan peningkatan gejala dan meningkatnya angka mortalitas dari varian Corona B117.
"Data terakhir dari New and Emerging Respiratory Virus Threats Advisory Group (NERVTAG), jadi grup yang memberikan nasihat kepada pemerintah Inggris terkait dengan varian baru, secara umum menunjukkan peningkatan gejala dan peningkatan mortalitas, tapi ini potensinya sebanyak maksimal 35 persen," sebut Riza dalam diskusi online CISDI Sabtu (6/3/2021).
Meski begitu, Riza menyebut data ini masih menjadi perdebatan para ahli lantaran belum bisa dipastikan apa penyebab peningkatan gejala dan angka kematian terkait hubungan dengan varian Corona B117.
"Tetapi ini menjadi indikasi kita bersama untuk hati-hati," lanjutnya mewanti-wanti.
Awal mula varian Corona B117
Lebih lanjut, Riza menyebut varian Corona B117 mulanya dinamakan VUI-202012/01. Kode tersebut diartikan varian under investigation, yang ditemukan pada Desember.
Artinya, varian ini masih dalam investigasi atau pemeriksaan lebih lanjut.
Namun, setelah beberapa data dari saintis di dunia muncul, Riza menyebut penularan dari varian Corona B117 terbukti meningkat hingga 50-70 persen dan nama varian berubah dari VUI menjadi (varian of concern) VOC.
"Varian yang menjadi perhatian karena penularannya lebih cepat. Ada potensi membuat orang lebih banyak ke RS, menimbulkan potensi kematian, meskipun risetnya masih terus berjalan," kata Riza.
Diprediksi akan mendominasi
Menurut Riza, sejumlah peneliti besar di dunia sudah memprediksi varian Corona B117 ini akan menggantikan varian dominan saat ini. Jika varian Corona B117 terus mendominasi, ada kemungkinan siklus pandemi akan seperti di awal merebak.
"B117 itu lebih cepat, kemungkinan besar hampir peneliti-peneliti besar di dunia memprediksi varian ini akan menggantikan varian yang dominan saat ini," bebernya.
"Kalau dia dominan, lebih cepat, risikonya apa, akan lebih banyak orang ke rumah sakit, akan berulang lagi siklus yang kita alami di awal dulu pandemi," pungkasnya (Detik)