Hal ini ditegaskan Wakil Bupati Sergai Adlin Tambunan saat menghadiri Sosialisasi dan Penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) Penerapan Pidana Kerja Sosial yang digelar Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) dan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara di Aula Raja Inal Siregar, Kantor Gubernur Sumut, Medan, Selasa (18/11/2025).
Kegiatan yang dipimpin Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sumut, Harli Siregar, ini turut dihadiri Sekretaris Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI, Undang Mugopal, Gubernur Sumut Bobby Nasution, unsur Forkopimda, para Kajari se-Sumut, Bupati/Wali Kota, pimpinan Jamkrindo serta para Kepala OPD dari seluruh kabupaten/kota di Sumatera Utara.
Di sela-sela kegiatan tersebut, Adlin Tambunan menyampaikan bahwa kehadiran Pemkab Sergai merupakan bentuk dukungan penuh terhadap transformasi penegakan hukum yang diusung KUHP baru, yang akan resmi berlaku pada 2 Januari 2026.
"Pemkab Sergai siap mendukung implementasi pidana kerja sosial. Kami melihat kebijakan ini sebagai bagian dari upaya bersama menghadirkan pemidanaan yang lebih berkeadilan dan produktif," ujar Adlin.
Menurutnya, selain sebagai bagian dari penegakan hukum, kebijakan pidana kerja sosial juga memberi peluang untuk memperluas kontribusi sosial dan meningkatkan kesadaran hukum masyarakat.
Adlin memastikan bahwa Sergai akan berada pada barisan terdepan dalam mendukung kebijakan nasional ini.
"Kami di daerah siap menyesuaikan diri. Ini adalah tentang bagaimana menghadirkan keadilan yang lebih menyentuh aspek kemanusiaan. Pemkab Sergai siap berkolaborasi," tegasnya.
Sebelumnya, Kajati Sumut Harli Siregar dalam sambutannya menekankan bahwa MoU ini merupakan bagian penting dari proses implementasi KUHP baru, khususnya Pasal 64 dan Pasal 65 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 yang untuk pertama kalinya menetapkan pidana kerja sosial sebagai pidana pokok.
"Ini adalah transformasi besar dalam sistem pemidanaan Indonesia. Pendekatan retributif yang hanya berfokus pada pembalasan sudah kurang relevan. Kita bergerak menuju pemidanaan yang korektif, rehabilitatif, dan restoratif," ujar Harli.
Dia menyebut bahwa keberhasilan penerapan pidana kerja sosial sangat bergantung pada kesiapan pemerintah daerah dalam menyediakan program sosial, sarana pendukung, serta mekanisme pengawasan yang terukur.
Kolaborasi antara kejaksaan dan pemerintah daerah, menurut Harli, menjadi kunci agar kebijakan ini benar-benar memberi manfaat nyata bagi masyarakat.
"Pelaksanannya tidak bisa berjalan tanpa dukungan daerah. Karena itu, melalui MoU ini kami memastikan bahwa implementasi pidana kerja sosial dapat terarah, terukur, dan sesuai dengan nilai-nilai keadilan yang kita harapkan," katanya. (Red)
