Notification

×

Perambahan Hutan Liar Terus Terjadi di Dairi

Minggu, 23 Mei 2021 | 17:24 WIB Last Updated 2021-05-23T15:30:15Z
Ilustrasi hutan
MEDAN (Kliik.id) - Meski Kementerian Kehutanan sudah menunjuk perusahaan untuk melakukan pengelolaan kawasan hutan produksi Tele-II Dairi, Sumatera Utara, namun perambahan liar (illegal logging) terus saja terjadi.

Perambahan liar tersebut dilakukan oknum-oknum tidak bertanggung jawab yang mengatasnamakan kelompok masyarakat.

Ketua Forum Komunikasi Kesatuan Masyarakat (FKKM) Kecamatan Sumbul, Huntal Sinaga, dan tokoh masyarakat pemangku hak ulayat Desa Parbuluan VI, Ramson Naibaho menjelaskan, wilayah hutan produksi Tele-II Dairi meliputi 5 desa di dua kecamatan.

Masing-masing Desa Barisan Nauli, Desa Pargambiran, Desa Perjuangan, Desa Sileuh-leuh Parsaoran di Kecamatan Sumbul, serta Desa Parbuluan VI di Kecamatan Parbuluan.

Untuk memuluskan aksinya oknum-oknum tidak bertanggungjawab menyebarkan informasi-informasi tidak benar alias hoax. Sehingga kerusakan hutan seakan-akan dilakukan oleh perusahaan pemegang izin.

"Di sini kita melihat oknum-oknum tak bertanggungjawab itu membenturkan masyarakat dengan perusahaan pemegang izin pengelolaan hutan Tele-II Dairi. Akibatnya meski sudah mengantongi izin pengelolaan hutan Tele-II Dairi, perusahaan tidak dapat bekerja di lapangan," ujar Huntal Sinaga dalam keterangannya, Minggu (23/5/2021).

Akibat perambahan liar tersebut, lahan Tele-II Dairi awalnya seluas 8.085 hektar (ha), kini hutan yang tersisa hanya kurang lebih 3.325 ha.

Sekitar 2.000 ha sudah jadi pemukiman warga dan lahan pertanian. Sedangkan 2.760 ha lebih merupakan areal bekas perambahan dan pembalakan.

"Artinya 4.760 hektar lebih sudah dirambah oleh oknum-oknum tak bertanggungjawab yang mengatasnamakan kelompok masyarakat," katanya.

Sementara itu, tokoh masyarakat dan pemangku hak ulayat Desa Parbuluan VI, Ramson Naibaho mengatakan, perambahan hutan paling masif dan masih berlangsung hingga saat ini terjadi di Desa Perbuluan VI, Kecamatan Parbuluan.

Informasi didapat Ramson hingga sebulan lalu, hutan di Desa Parbuluan VI yang sudah dirambah oleh oknum tidak bertanggung jawab itu mencapai 200 hektar lebih.

Ramson mengaku, sebelumnya dia termasuk ke dalam kelompok penentang kehadiran perusahaan yang telah ditunjuk oleh Kementerian Kehutanan.

Tapi, seiring perjalanan waktu, dia menyadari bahwa penentangan yang mereka lakukan hanya untuk kepentingan segelintir oknum-oknum tidak bertanggungjawab, sama sekali bukan untuk kepentingan masyarakat.

Buktinya, lanjut Ramson, lahan-lahan yang telah rusak kemudian dijual ke masyarakat dengan harga bervariasi. Bahkan, akhir-akhir ini ada masyarakat luar Desa Parbuluan VI yang membeli lahan tersebut.

"Bahkan ada warga yang tidak memiliki KTP dan tidak tercatat sebagai warga Desa Parbuluan VI membeli lahan yang sudah dirusak oleh oknum-oknum yang tergabung dalam kelompok masyarakat tersebut," ujar Ramson yang sadar, bahwa kehadiran kelompok masyarakat itu tidak hanya merusak hutan, tapi juga telah merusak tatanan hak ulayat di desanya.

Untuk itu, Ramson akan memulai langkah hukum melaporkan hal tersebut ke aparat terkait demi menyelamatkan hutan di Desa Parbuluan VI.

"Saya berharap melalui langkah hukum ini aparat dapat bertindak cepat," pungkasnya. (Rls)
×
Berita Terbaru Update