![]() |
Ilustrasi hujan meteor |
JAKARTA (Kliik.id) - Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) menjelaskan soal teka-teki suara ledakan di Buleleng, Bali. Lapan menyatakan suara ledakan tersebut bisa jadi berasal dari benda alamiah.
Peneliti Madya Lapan, Rhorom Priyatikanto, menjelaskan bahwa intensitas getaran sekitar 1,1 m. Hal tersebut merupakan indikasi kemungkinan jatuhnya benda antariksa.
"Getaran tersebut memiliki intensitas sekitar 1,1 magnitudo. Berdasarkan informasi tersebut, memang ada kemungkinan bahwa kejadian tersebut merupakan kejadian benda jatuh antariksa," kata Rhorom dalam keterangan tertulis, Senin (25/1/2021).
Dia mengatakan sistem pemantauan orbit.sains.lapan.go.id tidak menunjukkan adanya benda artifisial atau sampah antariksa yang diperkirakan melintas rendah atau jatuh di wilayah Indonesia.
Menurutnya, hal ini memperbesar kemungkinan bahwa kejadian yang teramati di Buleleng berkaitan dengan benda alamiah.
Rhorom menjelaskan bahwa meteor berukuran besar atau dikenal juga sebagai bolide atau fireball bisa jadi masuk ke atmosfer, terbakar, dan jatuh di dekat Buleleng.
Dalam prosesnya, meteor tersebut dapat memicu gelombang kejut hingga suara dentuman yang bahkan terdeteksi oleh sensor gempa.
"Sebagian besar meteor terbakar di atmosfer dan bisa jadi ada sebagian kecil yang tersisa dan jatuh ke permukaan bumi (darat atau laut). Fragmentasi meteor besar juga jamak terjadi ketika meteor tersebut mencapai ketinggian sekitar 100 kilometer di atas permukaan bumi," ungkapnya.
Selain itu, berdasarkan catatannya, belakangan ini tidak ada aktivitas hujan meteor. Hujan meteor hanya terjadi dalam intensitas amat kecil.
"Belakangan ini, tidak ada aktivitas hujan meteor, kecuali dengan intensitas amat kecil. Namun, perlu diketahui bahwa pada tahun 2021 ini, sudah ada sekitar 40 ketampakan meteor besar (fireball) di berbagai belahan bumi. International Meteor Organization (IMO) menerima dan mencatat laporan akan ketampakan fireball dengan cukup baik. Beberapa kejadian disertai dengan suara dentuman yang terdengar cukup jelas," tuturnya.
Dia juga mengungkapkan bahwa Minor Planet Center (MPC) yang dikelola oleh International Astronomical Union (IAU) tidak mengumumkan adanya papasan dekat asteroid dengan potensi bahaya. Pada 24 Januari 2021, terdapat setidaknya 3 asteroid.
"Bila memang apa yang terjadi di Buleleng merupakan jatuhnya meteor berukuran besar, maka objek tersebut tidak berasosiasi dengan asteroid yang terdeteksi dan terkatalogkan sebelumnya," imbuhnya.
Rhorom juga membandingkan suara ledakan di Buleleng itu dengan suara yang juga pernah didengar warga Bone pada 2009.
"Pada 8 Oktober 2009 warga Bone mendengar ledakan disertai getaran kaca-kaca rumah mereka. Warga juga melihat jejak asap di langit. Dugaan Lapan bahwa itu meteor besar akhirnya mendapat bukti dari peneliti NASA yg menggunakan data infrasound. Data infrasound mengindikasikan adanya meteor jatuh yg diperkirakan berdiameter 10 meter. Belakangan diketahui juga seismograf BMKG terdekat merekam getaran 1,9 magnitudo," ujarnya.
Menurutnya, kejadian di Bone dengan Buleleng memang memiliki kemiripan. Meteor menimbulkan gelombang kejut yang seperti suara ledakan.
"Bila dibandingkan dengan kejadian di Bone, ada kemiripan sehingga diduga ledakan di Buleleng juga disebabkan adanya meteor besar yang jatuh. Meteor itu menimbulkan gelombang kejut yang terdengar sebagai ledakan. Diduga meteor tersebut memiliki ukuran awal beberapa meter, lebih kecil daripada asteroid Bone," lanjutnya.
Sebelumnya, ramai kabar adanya suara ledakan di Buleleng, Bali, yang tersebar di grup WhatsApp. Terkait ramai suara ledakan tersebut, Kepala Pelaksana BPBD Bali I Made Rentin mengatakan pihaknya telah melakukan penelusuran.
"Hasil penelusuran di lapangan dan di daratan tidak sama sekali ditemukan ada ledakan apa-apa. Ini laporan dari BPBD sama Dandim di Buleleng," kata Rentin saat dihubungi, Minggu (24/1/2021). (Detik)